Langsung ke konten utama

MELURUSKAN IHYA' ULUMUDDIN

MELURUSKAN HYA' ULUMUDDIN

Benarkah Imam al-Ghozali pemalsu hadits?

Atau memang beliau tidak membidangi studi ini?

Dan apakah kitab Ihya’ banyak memuat Hadits palsu sehingga tidak layak untuk dipelajari?

Berikut sebagai bahan pertimbangan ilmiah sebelum pembaca ikut mengiyakan tuduhan tersebut.

Pertama, apabila dikatakan bahwa kitab Ihya’ banyak memuat Hadits-hadits palsu dan tidak terdapat landasan ilmiah dalam pembelaannya, maka tuduhan ini terlalu tergesa-gesa.

Terhitung, hanya tiga redaksi Hadits yang diklaim maudhu` oleh al-Hafizh al-`Iraqi ketika mentakhrij lebih dari empat ribu lima ratus hadis yang ditampilkan Imâm Ghâzali dalam kitab Ihya’-nya. “Bilangan tersebut sangatlah kecil tutur al-`Irâqi. Lebih-lebih, apabila kita memandang jumlah Hadits yang ditampilkan oleh Imâm Ghâzali secara keseluruhan.

Setidaknya, kuantitas hadits Imam Ghazali dalam kitab Ihyâ’-nya telah setingkat dengan beberapa kitab sunan, semisal Sunan Abî Dâwud, Sunan

Nasâ’i, dan bahkan dapat dikatakan melebihi bilangan hadits yang terdapat dalam Sunan Ibnu Mâjah.

Dalam kitab: Ta’riful Ahya’ bi fadhoo’il Ihya’ karya Syaikh 'Abdul Qaadir al 'Aiydarus Ba 'Alawi :

وحاصل ما أجيب به عن الغزالي ـ ومن المجيبـين الحافظ العراقي ـ أن أكثر ما

ذكره الغزالي ليس بموضوع كما برهن عليه في التخريج، وغير الأكثر وهو في

غاية القلة رواه عن غيره أو تبع فيه غيره متبرئاً بنحو صيغة «روى» وأما

الاعتراض عليه أن فيما ذكره الضعيف بكثرة، فهو اعتراض ساقط، لما تقرر أنه

يعمل به في الفضائل، وكتابه في الرقائق فهو من قبلها، ولأن له أسوة بأئمة

الأئمة الحفاظ في اشتمال كتبهم على الضعيف بكثرة المنبه على ضعفه تارة

والمسكوت عنه أخرى، وهذه كتب الفقه للمتقدمين ــــ وهي كتب الأحكام لا

الفضائل ــــ يوردون فيها الأحاديث الضعيفة ساكتين عليها، حتى جاء النووي

رحمه الله في المتأخرين ونبه على ضعف الحديث وخلافه، كما أشار إلى ذلك كله

العراقي.

Lebih lanjut, al-`Irâqi juga memberikan sebuah pembelaan bahwa sebagaian dari Hadits maudhû` tadi disampaikan tanpa memakai shîghat riwayat.

Sehingga, dalam studi methodologi Hadits, Imâm Ghâzali tidak dapat diposisikan sebagai perawi yang mendapat ancaman dari baginda nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi Wasallam.

Kedua, perlu dipahami bahwa ketiga Hadits tadi bukanlah refensi utama Imâm Ghâzali, malainkan sekedar tambahan dari dalîl shahîh yang mendasari ijtihadnya. Imâm Ghâzali selalu mendahulukan landasan ijtihadnya dengan dasar yang shahîh dari Al-Qur'an sebelum kemudian menampilkan dalil lain yang selevel atau di bawahnya.

Bahkan Imam Al-Ghozali sendiri pun sudah memberi peringatan kelirunya orang yang memperbolehkan memalsukan hadits dalam fadlaail a'amaal.

Berikut teks aslinya dalam Ihya’ Ulumiddin juz III halaman 136, cetakan Daar Ihyaa al Kutub al 'Arabi, 'Iisaa al Baabi al Halabi wa Syirkaah.

Dan sekali lagi, bilangan tersebut sangatlah kecil. Tentu sangat na’if bila bagian kecil dari kekeliruan (untuk tidak mengatakan kesalahan karena keduanya memiliki perbedaan makna yang signifikan) tersebut dapat menghapus pada seluruh kebenaran yang terkandung dalam kitab Ihyâ’.

Generalisasi seperti ini merupakan salah satu bentuk paralogis yang biasa dipakai oleh teroris intelektual ketika menghantam lawan pemikirannya tanpa memandang esensi kebenaran lain yang lebih berharga.

Ketiga, apabila dikatakan bahwa Imâm Ghâzali tidak kapabel dalam studi Hadits maka sangat keliru sekali. Al-Mustashfâ karya al-Ghâzali di bidang Usul Fiqh cukup kiranya untuk membuktikan kapabilitas beliau dalam bidang kajian Hadits. Dalam kitab tersebut, tepatnya pada entri pembahasan sunnah, Imâm Ghâzali telah panjang lebar menuturkan konsep dan perdebatan ulama mengenai dinamika kajian Hadits, utamanya yang berkenaan dalam proses istinbâtul-ahkâm. Bahkan, al-Ghâzali juga sempat memberikan tarjih ketika terjadi perselisihan alot antara ulama, baik itu yang muncul dari kalangan ushûliyyin atau muhadditsîn.

Keempat, ancaman Rasulullah kepada para pemalsu Hadits hanya tertuju kepada pemalsu yang sengaja berspekulatif. Hal tersebut terbukti dari tambahan redaksi `amdan atau muta`ammidan (Sengaja) dalam beberapa riwâyat shahîh dari kutubis-sittah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH RINGKAS AL-GHAZALI

SEJARAH RINGKAS AL-GHAZALI Nama lengkapnya, ialah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad, Imam Besar Abu Hamid Al-Ghazali Hujjatul-Islam. Dilahirkan di Thusia, suatu kota di Khurasan dalam Th. 450 H. (1058 M). Ayahnya bekerja membuat pakaian dari bulu (wol) dan menjualnya di pasar Thusia. Sebelum meninggal ayah Al-Ghazali meninggalkan kata pada seorang ahli tasawwuf temannya, supaya mengasuh dan mendidik A1 Ghazali dan adiknya Ahmad. Setelah meninggal ayahnya, maka hiduplah Al-Ghazali di bawah asuhan ahli tasawwuf itu. Harta pusaka yang diterimanya adalah sedikit sekali. Ayahnya seorang miskin yang jujur, hidup dari usaha sendiri bertenun kain bulu. Di samping itu, selalu mengunjungi rumah alim ulama, memetik ilmu pengetahuan, berbuat jasa dan memberi bantuan kepada mereka. Apabila mendengar huraian alim ulama itu maka ayah Al-Ghazali menangis tersedu-sedu seraya bermohon kepada Allah swt. kiranya dia dianugerahi seorang putera yang pandai dan berilmu. Pada masa kec...

KAJIAN IHYA' ULUM7DDIN

Kajian Ihya 'Ulumuddin          Kitab Ihya 'Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali merupakan khazanah tasawuf yang dikenal secara luas di kalangan umat Islam. Selain karena pribadinya yang menonjol dan disebut-sebut sebagai mujaddid (pembaharu dalam agama), juga karena uraian dalam Ihya dekat dengan alam dan kehidupan Muslim, seperti persoalan ritual, akhlak, maupun sosial. Sebagaimana dikatakan Imam Al-Ghazali, bahwa pembahasan dalam Ihya memang ditekankan dalam wilayah muamalah. Adapun yang dimaksud "muamalah" disini adalah: ilmu amal-perbuatan yang "selain harus diketahui, juga dituntut untuk diamalkan", baik secara lahir maupun batin. Inilah posisi Ihya 'Ulumuddin yang membuatnya menjadi rujukan-awal yang penting dalam mengenal khazanah tasawuf, yakni sebagai jembatan yang menghubungkan aspek syariat lahir dengan aspek esoteris (tasawuf) dalam Islam. Ihya 'Ulumuddin terbagi dalam empat bagian besar kitab, atau dikenal sebagai rubu', dim...